Rangkuman Pelajaran Ushul Fiqh Bab 2

Rangkuman Pelajaran Ushul Fiqh Bab 2 



PENGERTIAN DAN SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 

A. Sumber-Sumber Hukum Islam 

1. Pengertian Sumber Hukum Islam Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia sumber adalah asal sesuatu. Pada hakekatnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah tempat kita dapat menemukan atau menggali hukumnya. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum Islam. Sumber hukum Islam disebut juga dengan istilah dalil hukum Islam atau pokok hukum Islam atau dasar hukum Islam. Kata „sumber‟ dalam hukum fiqh adalah terjemah dari lafadz صد م - صادر م , lafadz tersebut terdapat dalam sebagian literatur kontemporer sebagai ganti dari sebutan dalil ( يل دل ال ( atau lengkapnya “ al-adillah syar’iyyah-al islāmiyyah” (ةٍاإلسالي ةٍانشسع األدنة(. Sedangkan dalam literatur klasik, biasanya yang digunakan adalah kata dalil atau adillāh syar’iyyāh, dan tidak pernah kata “ yang Mereka . )م صادر األ ح كام ال شرع ية ) “iyyah’syar-al ahkām-al mashadir menggunakan kata māshādir sebagai ganti al-adillah beranggapan bahwa kedua kata tersebut memiliki arti yang sama.1 Bila dilihat secara kamus, maka akan terlihat bahwa kedua kata itu tidaklah sinonim, setidaknya bila dihubungkan kepada „syariah‟. Kata sumber صادر م atau dengan jamaknya صادر م , dapat diartikan suatu wadah yang dari wadah itu dapat ditemukan atau ditimba norma hukum. Sedangkan „dalil hukum‟ berarti sesuatu yang memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan hukum Allah. Kata “sumber” dalam artian ini hanya dapat digunakan untuk AlQur‟an dan sunah, karena memang keduanya merupakan wadah yang dapat ditimba hukum syara‟ tetapi tidak mungkin kata ini digunakan untuk „ijma dan qiyas karena keduanya bukanlah wadah yang dapat ditimba norma hukum. ijmadan qiyas itu, keduanya adalah cara dalam menemukan hukum. Kata „dalil‟dapat digunakan untuk Al-Qur‟an dan sunah, juga dapat digunakan untuk ijma dan qiyas, karena memang semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah.

2 Berikut dua pembahasan sumber utama hukum, yaitu a. Al-Quran Kata Al-Quran dalam kamus bahasa Arab berasal dari kata Qara'a artinya membaca. Bentuk mashdarnya artinya bacaan dan apa yang tertulis padanya. Sepert tertuang dalam ayat Al-Qur'an: Secara istilah Al-Qur'an adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tertulis dalam mushhaf berbahasa Arab, yang sampai kepada kita dengan jalan mutawatir, bila membacanya mengandung nilai ibadah, dimulai dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Al-Qur'an adalah (Kalamullah) yang diturunkan kepada Rasulullah tertulis dalam mushhaf, ditukil dari Rasulullah secara mutawatir dengan tidak diragukan. Adapun hukum-hukum yang terkandung dalam Al-Qur'an, meliputi:3
 
1) Hukum-hukum I'tiqadiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah swt, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari akhirat. 

2) Hukum-hukum Khuluqiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan manusia wajib berakhlak yang baik dan menjauhi prilaku yang buruk. 

3) Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Hukum amaliyah ini ada dua; mengenai Ibadah dan mengenai muamalah dalam arti yang luas. Hukum dalam Alqur'an yang berkaitan dengan bidang ibadah dan bidang. al-Ahwal al-Syakhsyiyah/ihwal perorangan atau keluarga, disebut lebih terperinci dibanding dengan bidangbidang hukum yang lainnya. 


b. As-Sunah 
Sunnah secara kamus berarti 'cara yang dibiasakan' atau cara yang terpuji. Sunnah lebih umum disebut hadits yang mempunyai beberapa arti: dekat, baru, berita. Dari arti-arti di atas maka yang sesuai untuk pembahasan ini adalah hadits dalam arti khabar, seperti dalam firman Allah Secara kamus menurut ulama ushul fiqh adalah semua yang bersumber dari Nabi saw, selain Al-Qur'an baik berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan. Adapun hubungan Al-Sunnah dengan Al-Qur'an dilihat dari sisi materi hukum yang terkandung di dalamnya sebagai berikut : 

1) Muaqqid yaitu menguatkan hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan AlQur'an dikuatkan dan dipertegas lagi oleh Al-Sunnah, misalnya tentang Shalat, zakat terdapat dalam Al-Qur'an dan dikuatkan oleh Al-sunnah.

 2) Bayan yaitu al-Sunnah menjelaskan terhadap ayat-ayat Al-Qur,an yang belum jelas, dalam hal ini ada empat hal : 

a) Memberikan perincian terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih mujmal, misalnya perintah shalat dalam Al-Qur'an yang mujmal, diperjelas dengan Sunnah demikian juga tentang zakat, haji dan shaum. 

b) Membatasi kemutlakan (taqyid al-muthlaq) Misalnya: Al-Qur'an memerintahkan untuk berwasiat, dengan tidak dibatasi berapa jumlahnya kemudian Al-Sunnah membatasinya.

 c) Mentakhshishkan keumuman, Misalnya: Al-Qur‟an mengharamkan tentang bangkai, darah dan daging babi, kemudian Al-Sunnah mengkhususkan dengan memberikan pengecualian kepada bangkai ikan laut, belalang, hati dan limpa.

 d). Menciptakan hukum baru. Rasulullah melarang untuk binatang buas dan yang bertaring kuat, dan burung yang berkuku kuat, dimana hal ini tidak disebutkan dalam Al-Qur'an


c. Ijma’

 Ijma menurut bahasa dan istilah dijelaskan dalam arti bahasa yang mempunyai dua arti, yang pertama adalah berusaha bertekad terhadap sesuatu. Sedangkan kedua artinya kesepakatan. 2. Sumber Hukum Islam dan Urutannya a. Al-Qur‟an, Sunah, Ijma dan Qiyas Berdasarkan penelitian menurut Abdul Wahab Khalaf telah ditetapkan bahwa dalil syara‟ yang menjadi dasar pengambilan hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia itu ada empat: al-Qur‟an, assunah, ijma dan qiyas. Dan jumhur ulama telah sepakat bahwa empat hal ini dapat digunakan sebagai dalil, juga sepakat bahwa urutan penggunaan dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut: 
pertama al-Quran, kedua assunah, ketiga ijma, dan keempat qiyas. Yakni bila ditemukan suatu kejadian, pertama kali dicari hukumnya dalam Al-Quran, dan bila hukumnya ditemukan maka harus dilaksanakan. Bila dalam Al-Quran tidak ditemukan maka harus dicari ke dalam sunah. Bila dalam sunah juga tidak ditemukan maka harus dilihat, apakah para mujtahid telah sepakat tentang hukum dari kejadian tersebut, dan bila tidak ditemukan juga, maka harus berijtihad mengenai hukum atas kejadian itu dengan mengkiaskan kepada hukum yang memiliki nash. Adapun dalil yang menunjukan urutan dalam menggunakan empat dalil di atas antara lain Qs. An-Nisa: 59.6

 ْى فًِ َش ِ ٌَا ٌْ تََُا َش ْعتُ ۖ فَئ ِيُْ ُكْى ِ ْيس ْألَ ونًِ ا ُ ِطٍ ُعىا ان َّس ُسى َل َوأ َ ََّّللاَ َوأ ِطٍ ُعىا َ َيُُىا أ ِرٌ ٍَ آ َّ ٌُّهَا ان أ ى َ نَ ِ ًْ ٍء فَ ُسُّدوُِ إ ْح َس ٍُ تَ َ نِ َك َخٍْ ٌس َوأ َٰ ۚ َذ ِ َْ ِخس ٍَ ْىِو ا ْ ََّّللِ َوان ا ِ ْى تُ ْؤ ِيُُى ٌَ ب تُ ٌْ ُكُْ ِ ٌ م ََّّللاِ َوان َّس ُسى ِل إ ِ و ْ أ ا Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan Ulil amri di antara kamu. 

Kemudian jika kamu berlainan pendapat 6 Amir Syarifudin, Pengertian Dan Sumber Hukum Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 16. 14 tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul(sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.Yang demikianitu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. An-nisa: 59) Atas dasar bahwa hukum syara‟ itu adalah kehendak Allah tentang tingkah laku manusia mukalaf, maka dapat dikatakan bahwa pembuat hukum adalah Allah SWT.

 Dengan demikian, ditetapkan bahwa Al-qur‟an itu sumber utama bagi hukum Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqh. Al-Quran itu membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung. 7 Dalil yang diperselisihkan pemakaiannnya itu ada enam: al-istihsan, maslahah mursalah, istishab, ‘urf, madzhab shahabiy dan syara’ manqoblana. Sehingga keseluruhan dalil syara‟ ada sepuluh, empat telah disepakati penggunaannya oleh mayoritas umat Islam, sedang enam masih diperselisihkan.8 Dalam konteks ini Imam Asy-Syatibi berkata: “Di dalam melakukan istinbath hukum, tidak seyogyanya hanya membatasi dengan memakai dalil alQur‟an saja, tanpa memperhatikan penjabaran (syarah) dan penjelasan (bayan), yaitu Sunnah.

 Sebab dalam Al-Qur‟an terdapat banyak hal-hal yang masih global (kulliy) seperti keterangan tentang shalat, zakat, haji, puasa dan lain sebagainya, sehingga tidak ada jalan lain kecuali harus menengok keterangan dari sunnah. Adapun ijma sebagai urutan sumber hukum selanjutnya, merupakan salah satu dalil syara yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif setingkat di bawah dalil-dalil nash (Al-Qur‟an dan Hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur‟an dan Hadits, yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara. Selanjutnya sebagai sumber hukum keempat adalah qiyas, jumhur ulama mempergunakan qiyas sebagai dasar hukum pada hal-hal yang tidak jelas nashnya baik dalam Al-Quran, hadits, pendapat maupun ijma ulama.

Comments

Popular posts from this blog

Daftar 5 Harga Handphone Xiaomi Terlaris

Rangkuman Pelajaran Ushul Fiqh Bab 1

Buku Yang Berkesan